Kamis, 16 Mei 2013

BROKEN HOME



BROKEN HOME
A.  Pengertian Broken Home
           Istilah “Broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera akibat sering terjadi konflik yang menyebabkan pada pertengkaran yang bahkan dapat berujung pada perceraian. Hal ini akan berdampak besar terhadap suasana rumah yang tidak lagi kondusif, orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya sehingganya berdampak pada perkembangan anak khususnya anak remaja yang mempunyai rasa ingin tahu.
Orang tua adalah panutan dan teladan bagi perkembangan remaja terutama pada perkembangan psikis dan emosi, orang tua adalah pembentuk karakter yang terdekat. Jika remaja dihadapkan pada kondisi “broken home” dimana orang tua mereka tidak lagi menjadi panutan bagi dirinya maka akan berdampak besar pada perkembangan dirinya. Memang sangat sulit untuk mengembalikan dan membentuk kembali kepercayaan dirinya. Dampak psikis yang dialami oleh remaja yang mengalami
Broken Home, remaja menjadi lebih pendiam, pemalu bahkan depresi berkepanjangan. Faktor lingkungan tempat remaja bergaul adalah sarana lain jika orang tua sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Jika remaja berada di lingkungan pergaulan yang negatif, karena keadaannya labil maka tidak menutup kemungkinan remaja akan tercebur dalam lembah pergaulan yang tidak baik dan mengakibatkan pergaulan anak kea rah yang negatif.
Broken home bukanlah akhir dari segalanya, berubah menjadi karakter yang kurang baik bukanlah pilihan masih ada pilihan lain yang bisa menjadikan remaja lebih baik remaja yang berpikir dewasa. Memang teori lebih mudah dalam penerapan sehari-hari, ini adalah tugas kita bersama untuk membentuk karakter remaja “
Broken Home” berikut adalah beberapa langkah untuk mengurangi dampak negatif pada remaja.
·         Berfikir positif
·         Jangan terjebak dengan situasi dan kondisi
·         Mencoba hal-hal yang baru
·         Cari tempat untuk berbagi
·         Tidak perlu panik

B.  Dampak Keluarga Broken Home pada Perkembangan Remaja
1.      Perkembangan Emosi
          Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindarkan, agar emosi anak tidak menjadi terganggu. Perceraian orang tua  adalah suatu penderitaan atau pengalaman traumatis bagi anak sehingga mudah emosi kepada orang. Adapun dampak pandangan keluarga broken home terhadap perkembangan emosi remaja.
          Perceraian orang tua membuat tempramen anak terpengaruh, pengaruh yang tampak secara jelas dalam perkembangan emosi itu membuat anak menjadi pemurung, pemalas (menjadi agresif) yang ingin mencari perhatian orang tua / orang lain. Mencari jati diri dalam suasana rumah tangga yang tumpang dan kurang serasi.
·         Peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidak stabilan emosi.
·         Ketidak berartian pada diri remaja akan mudah timbul, sehingga dalam menjalani kehidupan remaja merasa bahwa dirinya adalah pihak yang tidak diharapkan dalam kehidupan ini.
·         Remaja yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua, emosi marahnya akan mudah terpancing. Jadi keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan emosi remaja karena keluarga yang tidak harmonis menyebabkan dalam diri remaja merasa tidak nyaman dan kurang bahagia meskipun dilingkungan sendiri.

2.      Perkembangan Sosial Remaja
          Tingkah laku sosial kelompok yang memungkinkan seseorang berpartisipasi secara efektif dalam kelompok atau masyarakat.
Dampak keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja adalah :
·         Perceraian orang tua menyebabkan tumbuh ketidakpercayaan diri terhadap kemampuan dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut untuk keluar dan bergaul dengan teman-teman.
·         Anak sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan dikeluarga pincang, cendrung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
·          Dampak bagi remaja putri. Remaja putri yang tidak mempunyai ayah berprilaku dengan salah satu cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat menarik diri pasif dan minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.
Jadi keluarga broken home sangat berpengaruh pada perkembangan sosial remaja karena dari keluarga remaja menampilkan bagaimana cara bergaul dengan teman dan masyarakat
.

3.      Perkembangan Kepribadian
          Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadian remaja. Remaja yang orang tuanya bercerai cenderung menunjukkan ciri-ciri:
·         Berpilaku nakal
·         Mengalami depresi
·         Melakukan hubungan seksual secara aktif
·         Kecenderungan pada obat-obat terlarang
          Keadaan keluarga yang tidak harmonis tidak stabil atau berantakan (broken home) merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat
Prilaku menyimpang pada diri remaja dapat terjadi oleh beberapa factor, salah satunya adalah apabila ada satu atau lebih kebutuhan dasar manusia itu tidak terpenuhi maka akan terjadi perilaku menyimpang dan merugikan diri remaja itu sendiri maupun orang lain.
Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya broken home :
·         Terjadinya perceraian,
·          Ketidak dewasaan sikap orang tua yang berkelahi di depan anak-anak,
·         Tidak bertanggung jawabnya orang tua sehingga tidak memikirkan dampak dalam       kehidupan anak-anak mereka,
·         Jauh dari tuhan, sehingga masalah-masalah tidak diserahkan kepada tuhan,
·         kehilangan kehangatan dio dalam keluarga antara orang tua dan anak .




Gangguan kejiwaan pada seorang Broken Home
1.      Broken”heart
Si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang h
dup ini sia sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain.
2.      Broken”Relation
Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak men
dengar nasihat orang lain
Broken"Values
Si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.

KESEHATAN MENTAL



KESEHATAN MENTAL
A.    Pengertian Kesehatan Mental
          Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, tentram dan damai dalam  upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”. Sedangkan menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.

          Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.
 
          Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya sendiri.
Golongan yang kurang sehat mentalnya
yaitu orang yang mempunyai Golongan
yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada dirinya . Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat dilihat dalam beberapa segi
, seperti orang yang kurang sehat mentalnya akan selalu merasa gelisah karena kurang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.

B.     Sejarah Mental
          Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana inconfore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
          Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental, kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban. Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.  Kesehatan itu sendiri adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Mental yaitu gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya).  Jika kedua difinisi tersebut digabungkan maka  kesehatan mental yaitu dimana seseorang sanggup menikmati hidup ini, dan bisa diterima dikalangan masyarakat ataupun di luar lingkungan, menerima dan sanggup bersosialisasi terhadap lingkungan keluarga dan sekitarnya.
           Jika dilihat dari sejarah perkembangan kesehatan mental semakin lama mengalamai perubahan setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban pada masa lalu sampai peradapan sekarang ini yang dijalan masing- masing individu sesuai dengan kejiwaan. seperti ilmu psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia tidak berbeda dengan kesehatan mental hanya saja masalah dan cara penagannya yang dilakukan sangat berbeda pada saat itu juga.
          Jaman dulu banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna
dan  santet  karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap penyakit jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat sehingga para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat dengan rantai besi sampai meninggal dunia tanpa pengobatan.
          Namun seiring jaman yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris, mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Lalu mereka dikenal dengan masa masa para ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
C.    Ruang lingkup mental
          Gagasan ini didasarkan pada asumsi bahwa “perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh iklim sosio-emosional di dalam keluarga dan lingkungan.” Pemahaman pimpinan rumah tangga dan teman-temannya (terutama Ayah atau Ibu) tentang mental hygiene sangatlah penting. Pimpinan dan lingkungan secara sinerji dapat menciptakan iklim kehidupan di rumah tangga (fisik, emosional, sosial,  maupun moral spiritual) untuk perkembangan kesehatan mental anak. Di samping itu mereka dapat memantau gejala gangguan mental anak sedini mungkin. Mereka dapat memahami masalah mental yang dapat diatasi sendiri dan mana yang seyogianya dirujuk ke para ahli yang lebih profesional.
          Para orang tua di dalam rumah tangga dan lingkungan perlu memahami kesehatan mental anaknya yang berada pada masa transisi, karena tidak sedikit anak yang mengalami kesulitan mengembangkan mentalnya karena terhambat oleh masalah-masalahnya, seperti penyesuaian diri, konflik dengan orang tua atau teman, masalah pribadi, masalah akademis yang semuanya dapat menjadi sumber stres.
D.    Norma
          Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor pendidikan, tingkah laku seseorang dan lain-lain.
          Karena, gangguan mental itu sebenarnya dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Seperti Alcoholic, depresi, stress dapat di katakan gangguan mental karena menurunnya fungsi mental dan juga menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Adapun gangguan mental yang dijelaskan oleh (A. Scott, 1961) meliputi beberapa hal :

·         Salah dalam penyesuaian sosial, orang yang mengalami gangguan mental perilakunya bertentangan dengan kelompok dimana dia ada.
·         Ketidak bahagiaan secara subyektif
·         Kegagalan beradaptasi dengan lingkungan
·         Sebagian penderita gangguan mental menerima pengobatan psikiatris dirumah sakit, namun ada sebagian yang tidak mendapat pengobatan tersebut.

          Seseorang yang gagal dalam beradaptasi secara positif dengan lingkungannya dikatakan mengalami gangguan mental. Proses adaptif ini berbeda dengan penyesuaian sosial, karena adaptif lebih aktif dan didasarkan atas kemampuan pribadi sekaligus melihat konteks sosialnya. Atas dasar pengertian ini tentu tidak mudah untuk mengukur ada tidaknya gangguan mental pada seseorang, karena selain harus mengetahui potensi individunya juga harus melihat konteks sosialnya.

          Dengan adanya pendidikan mengenai Kesehatan Mental kita di harapkan bias menjadi makhluk social yang bias di terima di mata masyarakat dan tidak melanggar norma-norma yang ada di masyarakat. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial) Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan melakukan intropeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri.

E.     Mental sehat dan sakit
Ciri-ciri mental yang sehat
·         Mampu belajar dari pngalaman
·         Mudah beradaptasi
·         Mempunyai rasa kasih sayang
·         Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pengalaman
·         Berfikir positif
·         Rasa harga diri yang mantap
·         Spontanitas dan kehidupan emosi yang hangat dan terbuka
·         Dapat belajar mengalah dan merendahkan diri sederajat dengan orang lain
Ciri-ciri mental yang tidak sehat
·         Perasaan tidak nyaman
·         Perasaan tidak aman
·         Kurang memiliki rasa percaya diri
·         Kurang memahami diri
·         Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
·         Ketidak matangan emosi
·         Kepribadiannya terganggu
·         Mengalami patologi dalam struktur system syaraf